Sabtu, 18 Januari 2014

TANPA PENYESALAN



Kak Yuni        :”Kamu itu selalu deh. Fisikmu itu lhoo dek, sadar nggak sih? Mereka nggak         pernah mengganggapmu, tapi kamu kok masih mau bergaul dengan mereka. Keluar aja deh, daripada nanti nyesel.”  (serbuan opini dari kak Yuni saat aku baru saja pulang latihan petang ini)
Aku                 :”Apaan sih.. baru pulang juga. Dan tentang hal itu, dengar ya kak, aku melangkah sudah jauh dan tak mungkin aku ulangi lagi dari awal lagi. Sudah kujalani kok, dan aku enjoy dengan ini.” (balasku)
Kak Yuni        :”Kamu kalo’ diberi masukan selalu itu jawabnmu. Padahal biasanya kan nagis soalnya jadi kacang tiap hari.”
Aku             :”Itu kan dulu kak, sekarang aku kan sudah bisa bergaul dengan mereka. Aku bisa bersosialisasi baik. Walau aku masih belum bisa sepenuhnya terbuka pada siapa saja seperti yang lainnya”
Kak Yuni        :”Terserah deh maumu apa, tapi kalo’ nyesel terus nangis awas saja.”
Aku                 : (hanya diam sambil memikirkan ucapan Kak Yuni tadi)

Semua orang di sini memang tak ada yang sepenuhnya mendukung kegiatan berteaterku. Dan alasannya cukup logis, yaitu mereka tidak ingin jika belajarku terganggu karena ini. Sempat ku berfikir untuk meninggalkannya saja. Tapi terasa begitu berat bagiku, karena aku merasa jiwaku ada di sini, teater ini. Untuk jiwa pembohong pementasan.

Ayah               :”Sekarang biarlah dia menikmati dunia bersama teaternya itu. Tapi setelah pentas  itu, tak ada lagi teater-teateran. Keluar dari situ! (serangan ayah dengan tiba-tiba untukku)
Aku                 : (deggg… bagai kilat di langit yang menyambar di dalam dada) “Waa... walau nanti hasilnya memuaskan yah?” (nada suara yang kurendahkan)
Ibu                   :”Yaa, pokoknya berhenti. Iya kan yah? Soalnya yang begituan itu kurang bermanfaat. Terus uang jajnmu selalu nambah lagi kalau pulang sore terus (sahut ibuku)
Ayah               :”Hmm... benar itu ibumu. Kamu kan sudah mau ulangan kenaikan kelas dan sebentar lagi kelas Sembilan. Kamu sudah tau itu kan.”
Aku                 :”Iya yah… akan kulanjutkan sampai pentas itu saja. Tapi…”
Kak Yuni        :”Nggak usah tapi-tapian deh… kamu itu bikin kesel orang tua aja.” (sahut kak Yuni tiba-tiba)

Setelah itu, langsung saja aku berjalan cepat ke kamar dengan bendungan air mata yang sudah penuh dan akan tumpah ini.

Aku                 :”Kenapa sih kok nggak ada yang setuju. Padahal kan sudah ku korbankan semuanya sampai sejauh ini. Dan mereka nggak pernah tau, bagaimana mimpiku untuk menjadi seorang pembohong pementasan, mimpi yang baru terwujud. Tapi tanpa ada restu yang pasti sekarang. Huuu… huu… (tangis pelanku dalam kamar)
Kak Yuni        :”Yaa… itu karena kamulah yang saat ini diandalkan untuk menggapai ilmu akademikmu itu. Supaya nanti bisa buat orang tuamu senang.” (Kak Yuni yang tiba-tiba muncul di dalam kamarku)
Aku                 :”Lhoo… kok ada di sini? Siapa yang suruh masuk?” (sahutku sambil mengusap sisa air mata)
Kak Yuni        :”Itu karena disuruh ibumu untuk menemanimu. Semuanya sudah tahu lagi kalau kamu ini biasanya nangis kalau sedang dalam keadaan seperti ini.”(penjelasan Kak Yuni)
Aku                 :”Ya sudah…sekarang biar aku mandi dulu dan jangan lupa tutup pintu kalo’ keluar ya” (balasku dengan sedikit malu)

Memang aku terlalu sering menangis. Tapi tangisanku itu untuk hal yang jelas dan nyata, tidak seperti anak ABG lain yang biasanya menangis karena pacarnya misal. Dan aku tak terlalu memikirkan itu.
Setelah kejadian tersebut masih kujalani proses demi proses latihan seperti biasanya. Yang mungkin proses ini proses terakhir untukku. Setelah ini ku tekadkan untuk lebih fokus ke Ujian Nasional kelas Sembilan yang  sudah di depan mata. Hmm… benar Ujian Kenaikan Kelas sudah terlewati. Ujian terberat yang pernah aku jalani. Bagaimana tidak, pagi sampai sore harus selalu berada di sekolah untuk ujian setelah itu langsung latihan. Melelahkan.

Aku                 :”Kak... besok aku mau berangkat ke Surabaya.” (ceritaku saat di kamar bersama kak Yuni)
Kak Yuni        :”Yaa… aku sudah tau. Dan mungkin ini terakhir kalinya aku bertemu kamu.” (nada suara Kak Yuni yang datar)
Aku                 :”Maksudnya?” (tanyaku dengan sedikit bingung)
Kak Yuni        :”Besok bersamaan kamu ke Surabaya, aku juga harus pergi ke Kalimantan. Sekolah di sana dan bertemu ibuku, kamu kan tau sudah hampir 6 bulan ini aku nggak bertemu ibuku. Rencana awalku dari dulu kan gini, setelah lulus SMP di sini, mau SMA ke Kalimantan.” (penjelasan Kak Yuni)
Aku                 :”Ohhh… gitu, ya sudah malam ini kita habiskan waktu bersama yaa… untuk terakhir kali. Dan aku minta maaf sama kakak kalo’ sering buat salah.”
Kak Yuni        : (hanya tersenyum padaku)

Hari yang ditentukan tiba, Kak Yuni sudah terbang ke Kalimantan, teman baik sejak kecilku kini sudah pergi dengan rasa kecewa padaku yang mungkin masih ada. Dan sekarang pertarungan sesungguhnya sudah menanti. Para pembohong pementasan professional unggulan setiap daerah sudah membayang-bayang. Surabaya… kami datang.

Aku                 :”Kok lama banget sih mobilnya datang. Sudah hampir tiga jam kan kita nunggunya (kecewaku siang ini)
Teman I           :”Katanya sih masih di Jombang dan harus nunggu setengah jam lagi. Soalnyamasih jemput peserta lomba dari cabang lain. Sabar saja deh.” (sahut temanku)
Guru                :”Kalau begitu tidur-tiduran saja dulu sambil nunggu dan yang belum sholat dhuhur tadi sholat dulu yaa” (saran guru kami, guru yang akan menemani pertarungan kami besok.)
Teman-teman  :”Iya bu…”
Pelatih             :”Mobilnya baru datang, sudah di depan gerbang sekolah.” (kakak pelatih yang tiba-tiba datang)
Teman II         :”Tadi katanya kurang setengah jam lagi datangnya?
Pelatih             :”Iya..., awalnya begitu, tapi sekarang kita ke Jombang(penjelasan kakak pelatihku dengan ramah)

Perjalanan ke Surabaya yang melelahkan. Dari sekolah tadi kami ke Jombang kota dulu, baru kemudian ke Surabaya. Sampai di Surabaya, kami istirahat dan sholat di SMAN 16 Surabaya lalu pergi ke tempat pertarungan untuk blocking, persiapan pertarungan besok di SMKN 5 Surabaya.

Teman III        :”Lagi-lagi mobilnya telat.” (celetuk salah satu temanku)
Aku                 :”Yaa ditunggu aja, mungkin kayak tadi, masih nganterin peserta lain.” (kataku dengan sedikit kecewa juga)
Teman IV        :”Sambil nunggu kita foto-foto dulu yukkk…!” (kata salah satu temanku dengan semangatnya)
Teman-teman  :”Ayo…!” (Teriakan teman-temanku yang membuat guru kami yang saat itu juga ada geleng kepala)

Semua berfoto-foto ria dengan senangnya, karena momen ini memang mungkin tak akan terulangi lagi, jadi harus diabadikan. Begitu juga denganku yang tak mau ketinggalan. Tapi tak lama kemudian, karena rasa lelah ini dan kepalaku yang tadi siang sudah sebenarnya terasa pusing, aku memilih duduk di bebatuan dan menatap langit bersama seorang guruku yang menemaniku dan teman-teman sejak tadi.
Guru                :”Tak terasa ya mbak, anak-anak sudah mau kelas Sembilan saja. Padahal rasanya baru kemarin saya lihat masih pada kelas Tujuh.” (celetuk bu guru tiba-tiba)
Aku                 :”Iya bu, cepat sekali rasanya.” (balasku)
Guru                :”Makanya, dari sekarang itu disiapkan semuanya. Kalu sekarang kita santai-santai, nggak tau-tau Ujian Nasionalnya sudah besok. Kalau sudah begini, menyesal jadinya, soalnya belum siap betul. Menyesal itu memang tidak ada yang di depan, menyesal selalu di belakang, banyak kakak kelas kalian yang mengadu begitu ke ibu, rata-rata dari mereka selalu menyesal karena jauh-jauh hari sebelum 180 jurang soal itu datang mereka tidak menyiapkan diri dengan baik.” (nasehat bu guru kepadaku dan seorang temanku yang ternyata ikut duduk duduk di bebatuan)
Teman II         :”Iya bu, benar sekali itu. Penyesalan memang begitu, menjadikan diri kita merasa bersalah jadinya. (pendapat temanku)
Aku                 :”Lalu biasanya kita seperti ingin mengulangi kejadian itu lagi dan memperbaikinya. Tapi bagaimana mungkin, memutar waktu kan mustahil.” (pendapatku tak mau ketinggalan)
Guru                :”Untuk itu, sekarang saja kalian buat yang terbaik terutama besok. Tunjukkan semua kemampuan kalian, berperanlah dengan sunggunh-sunggunh, dan banggakanlah sekolah supaya nanti kalian tidak menyesal, karena kesempatan ini adalah yang terakhir untuk kalian dan setelah itu kalian harus fokus Ujian Nasional dan kalau bisa banggakan lagi dengan tak ada penyesalan.
Teman II         :”Iya bu, kami usahakan.”

Hening sebentar. Petuah guruku tadi membangkitkan semangatku untuk melakukan yang terbaik besok, dan dengan tak ada lagi penyesalan, seperti yang diharapkan beliau.

Pelatih             :”Mobilnya sudah datang langsung masuk saja, nanti di sana blocking sebentar lalu kembali ke sini dan istirahat supaya besok penampilannya baik. Okke…” (kata kakak pelatih tiba-tiba)
Teman-teman  :”Okke kakkk…!” (jawab mereka dengan semangatnya)
Semua selesai dengan cepat seperti lainnya. Keesokan harinya kami kerahkan semua kemampuan untuk menjadi pembohong pementasan yang sesungguhnya. Semua menikmatinya dengan bangga, dan benar piala sudah digenggaman kita, Surabayalah saksinya. Semua ada berkat tekad awal kami untuk berusaha menunjukkan yang terbaik kepada mereka. Penyesalan kali ini  tak ada lagi, semua menebarkan senyum termanisnya untuk sebuah pengalaman yang sangat berharga dan tak ada duanya ini. PSP Jawa Timur 2013.
Sedangkan aku, kini telah selesai menunjukkan yang terbaik kepada semua sahabatku dan orang tuaku, bahwa aku dan yang lainnya mampu dan pantas untuk itu. Janji awal kepada orangtuaku untuk meninggalkan semuanya pun telah aku usahakan. Mulai semester baru nanti aku ingin fokus ke tujuan awal, yaitu Ujian Nasional dan aku tak igin lagi ada penyesalan.
TAMAT




TOKOH-TOKOH
·         Aku                    = Rahmawati Istianing Rahayu (Rahma)
·         Kak Yuni            = Teman dan kakak baik Rahma
·         Ayah                  = Ayah Rahma
·         Ibu                     = Ibu Rahma
·         Guru                   = Ibu Akrumanik, guru Bahasa Indonesia di sekolah Rahma
·         Pelatih                = Mas Sigit, pelatih di teater Rahma, Teater Wadtera
·         Teman I              = Nyanya, teman berteater Rahma
·         Teman II             = Matahari, teman berteater Rahma
·         Teman III           = Diyan, teman berteater Rahma
·         Teman IV           = Intan, teman berteater Rahma
·        Teman-Teman    = Semua teman di Teater Wadtera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar